Google

Sunday, July 09, 2006

Aceh MOnitoring Mission at A Glance..!

The AMM has been established to monitor the implementation of various aspects of the peace agreement set out in the Memorandum of Understanding (MoU) signed by the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement (GAM) on 15 August 2005 in Helsinki, Finland.The AMM is a civilian mission which consists of monitors from the European Union and five ASEAN contributing countries.
http://www.aceh-mm.org/



AMM regrets shooting incident in Paya Bakong

The Aceh Monitoring Mission (AMM) deeply regrets the shooting incident that took place in desa Keude Paya Bakong, Lhokseumawe area, in the evening of Monday 3 July that lead to an unfortunate loss of life and injuries to two others. Our thoughts are first and foremost with the victims and their families. No AMM personnel were wounded in the incident and all monitors who were present at the incident are safe. AMM considers this a serious incident and further investigations will be conducted.

http://www.aceh-mm.org/english/info_menu/archive.htm





Read more!

Irwansyah Yahya Student of Economics Agra University, Agra - India

[SIRA_Links] Seruan Mogok Massal Damai.!

Seruan Mogok Massal Damai.!
Selama ฝ (Setengah) Hari, Selasa, 11 Juli 2006, Pukul 06.00-12.00
Selamatkan MoU Helsinki ...Selamatkan Perdamaian di Aceh...
Dengan Mendorong Penyempurnaan RUU Pemerintahan Aceh

”Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan rumusan atau semangat nota kesepahaman ini”. Inilah kalimat kunci dalam MoU Helsinki yang patut diperhatikan oleh kedua belah pihak untuk menyatakan sikap politik yang jelas bagi tegaknya perdamaian abadi di Aceh. Oleh karenanya RUU PA yang akan menjadi UU PA setelah disahkan bukanlah sekedar produk hukum, melainkan berkaitan erat dengan resolusi konflik. Ini berarti bahwa berlanjut atau tidaknya
proses perdamaian Aceh sangatlah tergantung kepada UU PA. Jika UU PA sesuai dengan MoU Helsinki Insya Allah perdamaian, keadilan dan pemerintahan yang baik (good governance) akan tegak di Aceh.

Sebaliknya, UU PA yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki akan mengancam/ merusak perdamaian dan tidak akan melahirkan pemerintahan yang baik dan keadilan di Aceh. Sejauh ini substansi-substansi RUU PA yang sudah selesai dibahas di tingkat pansus (paripurna tingkat satu) oleh DPR dan Pemerintah RI masih sangat banyak yang bertentangan dengan MoU Helsinki, diantaranya adalah:
 Istilah-istilah hukum (nomenklatur) yang ada dalam RUU PA banyak bertentangan dengan MoU Helsinki.
 MoU Helsinki tidak dijadikan sebagai landasan fundamental RUU PA/ UU PA;
 Penambahan kewenangan pemerintahan yang bersifat nasional yang tidak ada dalam MoU Helsinki;
 Upaya serius pemerintah RI untuk mengintervensi dan mengurangi kewenangan pemerintahan Aceh dengan cara mengatur norma, standar dan prosedur;
 Pengelolaan Sumberdaya Alam bukan sekedar diserahkan kepada Aceh lalu nantinya dicabut lagi, tetapi seharusnya memang kewenangan penuh pemerintahan Aceh sebagaimana MoU Helsinki;
 Pengelolaan minyak dan gas harus menjadi kewenangan penuh pemerintahan Aceh, tidak boleh dikelola bersama. Pemerintah RI akan dikasih keuntungan 30 % oleh Aceh, inilah kesepakatan MoU Helsinki yang sekarang dibolak balik dalam RUU PA;
 Pembelokan partai lokal untuk menjadi bahagian dan afiliasi dari partai politik nasional sehingga tidak lagi menjadi entitas politik lokal Aceh;
 Pembelokan tugas dan peran TNI padahal dalam MoU sudah tegas disepakati bahwa TNI hanya bertugas menjaga pertahanan luar. Sehingga konsekwensinya penempatan TNI juga harus sesuai dengan perannya, yaitu TNI di Aceh harus ditempatkan pada pangkalan-pangkalan khusus hanya untuk menjaga
pertahanan luar;
 Wali nanggroe hanya dibuat sekedar lembaga adat dan budaya, padahal MoU Helsinki tidak membatasi pada peran adat dan budaya saja;
 Peradilan sipil tidak berlaku bagi TNI yang melakukan kriminal/kejahatan sipil, sedangkan dalam MoU Helsinki harus diberlakukan peradilan sipil kepada TNI yang kriminal;
 Peradilan HAM yang lebih mundur karena tidak berlaku retroaktif (tidak berlaku surut);
 RUU PA tidak memasukkan jaminan pelaksanaan hak-hak sipil dan politik, sosial, budaya dan ekonomi sesuai konvenan internasional Perserikatan Bangsa Bangsa, sedangkan dalam MoU Helsinki hal ini menjadi salah satu point yang disepakati pemerintah RI untuk dilaksanakan di Aceh ;
 Dan banyak hal-hal lain yang amat merugikan Aceh dalam RUU PA yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR RI.
Sementara itu, Pansus RUU Pemerintahan Aceh dipastikan tidak punya itikad baik untuk melakukan sosialisasi dan konsultasi publik RUU PA sebelum disahkan dalam sidang paripurna DPR-RI, sehingga rakyat Aceh mendapatkan informasi yang lengkap sebelum mengambil sikap terhadap RUU PA yang akan disahkan tersebut. Selain itu, konsultasi publik ini dapat menjadi media untuk mendorong penyempurnaan RUU PA yang kan disahkan nantinya;
Selain itu, tanpa ada pertemuan multistakeholder (multipihak) di Aceh untuk mengevaluasi substansi RUU PA yang sesuai MoU Helsinki dan aspirasi rakyat Aceh , pimpinan DPRD Aceh (termasuk Tim Advokasi) dan beberapa anggota DPR-RI asal Aceh telah melakukan klaim sepihak bahwa RUU PA yang sudah dibahas di tingkat pansus telah mengakomodasi aspirasi rakyat Aceh dan tidak bertentangan dengan MoU Helsinki. Ini jelas adalah pembohongan publik dan dapat diindikasikan adanya
konspirasi politik.
Maka sehubungan dengan hal tersebut di atas , jika DPR-RI dan Pemerintah RI tetap memaksakan pengesahan RUU PA yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki serta tidak bisa lebih baik dari UU 18/ 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh, UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 26/ 2000 tentang Pengadilan HAM, maka kami elemen masyarakat sipil Aceh yang tergabung dalam Panitia Bersama Mogok Massal Damai untuk Penyempurnaan RUU Pemerintahan Aceh, dengan penuh pertimbangan kami nyatakan
secara terbuka :
a. Menyerukan kepada seluruh rakyat Aceh untuk melakukan mogok massal damai selama ฝ (setengah) hari pada hari Selasa, 11 Juli 2006, sejak pukul 06.00 hingga 12.00 WIB sebagai upaya menyadarkan DPR RI, Pemerintah segera menyempurnakan RUU Pemerintahan Aceh hingga tidak bertentangan dengan MoU Helsinki demi tegaknya perdamaian, keadilan dan good governance di Aceh, bahkan akan menguntungkan Indonesia secara umum. Mogok massal ini agar dilaksanakan secara damai dan tanpa paksaan dengan harapan dapat diikuti oleh seluruh rakyat Aceh, kecuali yang berprofesi sebagai
petugas medis, pemadam kebakaran, jurnalis, teknisi dan operator telekomunikasi, teknisi dan operator PLN serta aparat kepolisian.Keikutsertaan rakyat Aceh dalam mogok massal damai ini menjadi sumbangan berharga bagi upaya penyempurnaan RUU PA dan bagi perdamaian abadi di Aceh.
b. Jika DPR RI tetap tidak melakukan penyempurnaan RUU Pemerintahan Aceh hingga sesuai dengan MoU Helsinki serta lebih maju (progressif) dari UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus Aceh maupun UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM.dalam Sidang Paripurna DPR RI mendatang, maka dengan sangat menyesal kami menolak RUU Pemerintahan Aceh tersebut dan mendukung upaya membawanya ke meja perundingan RI & GAM yang dimediasi oleh Crisis Management Inisiative (CMI).
Demikianlah pernyataan sikap kami dalam rangka memastikan perdamaian abadi di Aceh dengan cara-cara damai dan demokratis, dengan harapan mendapat dukungan dari semua pihak,

Sentral Informasi dan Koordinasi : 0858-8098-0540 (Taufik Abda), 0852-17385335 (Dawan Gayo),0813-60396466 (Zirhan)
PANITIA BERSAMA MOGOK MASSAL DAMAI UNTUK PENYEMPURNAAN RUU PEMERINTAHAN ACEH
Didukung oleh antara lain : SIRA, GeRAK, Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA), Aliansi Pemuda Aceh (APA), C่SAR, ARC, LINKPEACE, Jempa Mirah, Lampuan, Farmidia, Forum Kutaradja, SPURA, Kagempar








Read more!

Irwansyah Yahya Student of Economics Agra University, Agra - India

Irwansyah Yahya. Student of Economic in Agra University, Agra - India